Prof Dr (HC) drg H Chairul Tanjung, MBA lahir 18 Juni 1962 adalah pengusaha asal Indonesia.
Chairul Tanjung sempat menjabat sebagai Menko Perekonomian menggantikan Hatta Rajasa sejak 19 Mei 2014 hingga 20 Oktober 2014.
Namanya dikenal luas sebagai pengusaha sukses yang memimpin CT Corp.
Chairul Tanjung memulai bisnisnya ketika ia kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Baca Juga:Keren Pisan Euy! Tiga Kali Berturut-turut Kabupaten Sumedang Raih Best Of The Best di Ajang KIJB 2023Cek Harga Mobil Terbaru di Bulan Oktober 2023, Dibawah Rp150 Juta Bisa Dapat MPV Baru
Perusahaan konglomerasi miliknya CT Corp, menjadi sebuah perusahaan yang membawakan beberapa anak perusahaan seperti Trans Corp, Bank Mega, dan CT Global Resources.
Chairul Tanjung juga menjadi jajaran direktur beberapa perusahaan, yaitu Pariarti Shindutama, CT Corp, dan Para Rekan Investama.
Chairul Tanjung memiliki harta kekayaan sebesar USD4,9 miliar atau setara Rp75 triliun.
- Lim Hariyanto Wijaya Sarwono
Lim Hariyanto Wijaya Sarwono adalah konglomerat Indonesia pemilik Harita Group.
PT Cita Mineral Investindo Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia yang bergerak di bidang pertambangan bauksit dan pengolahannya menjadi aluminium, baik secara langsung maupun melalui anak usaha.
Dia memiliki harta kekayaan USD4,5 miliar atau setara Rp69 triliun.
- Djoko Susanto
Djoko Susanto merupakan pemilik Alfamart Alfa Toko Gudang Rabat yang mempunyai konsep supermarket.
Usahanya ini memulai perjalanan dengan pengelolaan warung makan sederhana milik orang tua dan kemudian berkembang menjadi jaringan supermarket diskon yang sukses.
Baca Juga:Dua Fenomena Alam Ini yang Sebabkan Suhu Udara di Cirebon dan Sekitarnya NaikHasil Investigasi Kebakaran Gedung Resepsi Pernikahan di Irak yang Tewaskan 100 Orang: Kelalaian Fatal
Ia memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Tionghoa Bei Hoa dan kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Tionghoa Pa Chung.
Pada tahun 1965, Djoko melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas Pa Chung (lokasinya kini menjadi SMA Negeri 10 Jakarta).
Namun ketika mencapai kelas satu tepatnya pertengahan tahun 1966, ia terpaksa harus memutuskan sekolah karena pemerintah Indonesia menutup sekolah-sekolah Tionghoa pada saat itu.
Pada usia 17 tahun, ia menjalankan usaha milik orang tua, kios sederhana dengan nama Toko Sumber Bahagia.
Kios itu menjual bahan pokok, selanjutnya ia juga menjual rokok, dan akhirnya fokus hanya pada penjualan rokok.
Kesuksesannya ini menarik perhatian Putera Sampoerna, yang mempunyai salah satu perusahaan rokok tembakau dan cengkih terbesar di Indonesia saat itu.