Ia harus bersabar dengan jalan bergelombang. Ia harus waspada dengan truk raksasa.
Ia harus melawan gelapnya jalur yang minim penerangan. Ia harus tetap siaga terhadap hujan yang membuat jarak pandangnya menyempit.
Namun meski demikian, ia tetap melaju. Dengan helm yang kacanya kusam, motor yang ia rawat sendiri, serta tekad untuk bisa kembali menyapa keluarganya di rumah.
Baca Juga:Dudi Suryadarma Buktikan Cirebon Punya Kelas, Karyanya Menang di Film Pendek Terfavorit TVRI Jabar 2025Jawa Barat Genjot Revolusi Transportasi Rel: Dari Jaka Lalana hingga Kereta Kilat Pajajaran
“Selama masih bisa dikendarai, saya jalan terus. Yang penting hati-hati,” ujarnya menutup cerita.
Pantura Menguji Banyak Orang Seperti Maman
Kisah Maman hanyalah satu dari ratusan cerita pengendara lain yang setiap hari melintasi jalur Pantura Cirebon.
Di balik gemerlap kota, pusat logistik, dan lalu lintas ekonomi, ada wajah-wajah yang bertaruh nyawa demi bekerja dan pulang tepat waktu.
Mereka bukan hanya pengendara motor. Mereka adalah ayah, ibu, pekerja, pedagang, pelajar, pengantar barang, setiap orang yang harus melewati jalur itu dengan harapan bisa tiba di rumah dengan selamat.
Di tengah gelap, gelombang jalan, dan deru mesin truk yang menggetarkan dada, keberanian mereka diuji setiap malam.
Maman adalah salah satu dari mereka. Dan ia tetap melaju, menembus Pantura yang panjang—karena baginya, pulang adalah alasan terkuat untuk terus bergerak. (***)
