“Mobil di jalur pantura itu pasti mobil-mobil besar, bahkan ban mobil lebih tinggi dari motor,” ucap Maman, memberi gambaran betapa kecilnya pengendara roda dua di antara truk-truk itu.
Bukan hanya soal gelap. Permukaan jalan pun tak kalah memprihatinkan. Bergelombang, berlubang, bahkan beberapa bagian tergerus hujan sehingga meninggalkan cekungan.
Maman sudah sangat hafal dengan lokasi jalan yang tak rata itu: dekat pintu keluar tol di Desa Kanci, wilayah Bendungan, Gebang Kulon, Gebang Ilir, hingga perbatasan Kecamatan Losari.
Baca Juga:Dudi Suryadarma Buktikan Cirebon Punya Kelas, Karyanya Menang di Film Pendek Terfavorit TVRI Jabar 2025Jawa Barat Genjot Revolusi Transportasi Rel: Dari Jaka Lalana hingga Kereta Kilat Pajajaran
“Jalan bergelombang sering bikin setir motor susah dikendalikan,” katanya.
“Kalau pas malam, lebih susah lagi. Kadang saya nggak lihat kalau jalannya turun atau naik.”
Gelap, Hujan, dan Kaca Helm yang Kotor
Hujan adalah mimpi buruk lain bagi pengendara sepeda motor. Di Pantura yang minim lampu jalan, hujan bisa mengubah perjalanan menjadi momen penuh ketidakpastian.
Kaca helm Maman sering kali buram oleh percikan air, bukan hanya dari langit tetapi dari ban mobil besar yang melintas.
“Kalau setelah hujan, kaca helm pasti kotor karena hempasan air dari ban mobil,” jelasnya.
Jarak pandang terbatas. Jalan gelap. Jalur bergelombang. Truk melaju cepat.
Itu adalah kombinasi sempurna untuk kecelakaan. Dan Maman seperti banyak pengendara lain paham betul bahwa risiko itu selalu mengintai setiap hari.
Rutinitas yang Menjadi Beban Psikologis
Di balik cerita bahaya yang ia hadapi setiap malam, Maman sebenarnya hanyalah seorang pekerja yang ingin pulang tepat waktu untuk berkumpul dengan keluarganya.
Baca Juga:Langkah Berani XTC Kabupaten Cirebon: Usulkan Pansus Pengawasan Hiburan MalamFestival Jamblang 2025: Cara Hidupkan Kembali Tradisi Cirebon dan Magnet Wisata Baru
Ia tak pernah berniat menjadi “penantang maut” jalur Pantura. Tetapi rumahnya yang berada di bagian timur Cirebon memaksanya untuk melewati rute itu.
“Setiap mau pulang kerja, saya selalu mikir dua kali. Saya mikir: aman nggak ya malam ini? Tapi mau gimana lagi, jalannya cuma itu,” ujarnya sambil tersenyum kecil.
Setiap melintasi titik gelap di Desa Kanci, Maman akan mengurangi kecepatan motornya drastis.
Ia selalu bersiap menghindar ketika ban motornya menghantam gelombang jalan.
