Mengapa Ari-Ari Bayi Baru Lahir Dikubur? Ini Jawaban Filosofis dari Tradisi Jawa

Ilustrasi Didin
Makna dari filosofi mengubur ari-ari usai bayi dilahirkan di alam dunia dalam tradisi Jawa.
0 Komentar

ARTIKELKITA.COM – Indonesia tidak hanya harum oleh rempah-rempah yang pernah membuat bangsa-bangsa asing berlayar jauh hingga menjejakkan kaki di Nusantara.

Negeri ini juga kaya oleh sesuatu yang tak kalah berharga, tradisi, seni, dan budaya.

Setiap suku memiliki cara sendiri dalam memaknai hidup, merawat perjalanan manusia, hingga mengiringi detik-detik baru kehidupan seorang bayi yang lahir ke dunia.

Baca Juga:Datang Lebih Awal 3 Jam, Wartawan Ini Malah Ketipu Narasumber MisteriusTak Banyak yang Tahu, Begini Cara Jurnalis Lakukan Self-Healing untuk Hilangkan Kepenatan Pacsa Deadline

Mulai dari Sabang sampai Merauke, ada banyak ritual yang melekat kuat dan diwariskan turun-temurun.

Dan salah satunya yang paling menarik, kaya simbol, serta penuh makna filosofis adalah tradisi puputan.

Di Jawa, kelahiran seorang bayi bukan sekadar peristiwa biologis. Ia adalah detik ketika alam, manusia, dan kepercayaan leluhur kembali berkelindan dalam sebuah rangkaian ritual yang penuh penghormatan.

Salah satu ritus yang dianggap sangat penting adalah mengubur ari-ari atau plasenta.

Sebuah tindakan sederhana secara fisik, namun menyimpan cerita mendalam tentang bagaimana masyarakat Jawa melihat hubungan antara bayi, tubuhnya, dan semesta.

Ari-ari yang “Tak Pernah Sendirian”

Masyarakat Jawa memiliki cara pandang unik terhadap ari-ari. Bagi banyak masyarakat modern, plasenta hanyalah bagian dari tubuh yang dikeluarkan setelah proses persalinan selesai.

Namun bagi masyarakat Jawa, ari-ari justru adalah saudara bayi, yang menemani sejak ia dalam kandungan.

Baca Juga:Diduga Lakukan Pungli Dana BOS SD, 3 Pejabat Disdik Kabupaten Cirebon Dilaporkan ke PolisiPemuda Cirebon Timur Pasang Spanduk Tuntut Transparansi Aktivitas Gedung Ini di Ciledug

Dalam filosofi Jawa dikenal istilah Sedulur Papat Lima Pancer. Empat saudara yang mengiringi manusia sejak dalam kandungan hingga dilahirkan adalah kakang kawah, adik ari-ari, darah, dan pancer (diri manusianya sendiri).

Kakang Kawah adalah air ketuban, yang “lahir” lebih dulu sebelum bayi. Itulah sebabnya ia disebut kakang atau kakak.

Adik Ari-ari adalah plasenta yang keluar setelah bayi lahir, sehingga ia disebut adik.

Dalam kerangka ini, ari-ari bukan sekadar benda fisik. Ia adalah entitas yang mengandung makna spiritual, bagian dari manusia yang harus dihormati.

Inilah titik awal mengapa tradisi pemakaman ari-ari yang disebut puputan dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

Lebih dari sekadar menghormati, bagi masyarakat Jawa, memperlakukan ari-ari dengan baik diyakini dapat membawa kebaikan, keselamatan, dan keberkahan bagi si bayi kelak.

0 Komentar