Namun siapa sangka, keyakinan itu ternyata hanya menjadi prolog dari kekonyolan yang menunggu.
Datang Lebih Awal, Demi Sosok Bernama Asep
Hari Selasa tiba. Matahari siang terasa terik, namun semangat Adang justru terlihat berkobar. Ia datang jauh lebih awal dari janji yang telah ia buat.
Janji bertemu: pukul 13.00 WIB. Waktu kedatangan Adang: pukul 10.00 WIB. Tiga jam lebih cepat.
Baca Juga:Tak Banyak yang Tahu, Begini Cara Jurnalis Lakukan Self-Healing untuk Hilangkan Kepenatan Pacsa DeadlineDiduga Lakukan Pungli Dana BOS SD, 3 Pejabat Disdik Kabupaten Cirebon Dilaporkan ke Polisi
Entah apa yang ada di kepalanya. Mungkin ia ingin memastikan lokasi, berjaga-jaga kalau narasumber datang lebih awal, atau sekadar menenangkan diri dari rasa grogi.
Yang jelas, ia duduk menunggu. Menunggu seseorang bernama Asep yang bahkan wajahnya pun belum pernah ia lihat.
Tak lama kemudian, Wawan dan Toto datang. Keduanya duduk santai di kursi sofa teras restoran. Tidak ada yang memesan makan.
Tidak ada yang membuka billing. Mereka hanya menunggu mungkin sambil berusaha mencerna apa sebenarnya tujuan pertemuan itu.
Waktu berjalan pelan. Wartawan demi wartawan mulai berdatangan. Tepat pukul 13.15 WIB, Didin muncul. Disusul kemudian oleh Baim, Nawawi, Okim, dan Junaedi.
Jumlah mereka semakin banyak, namun suasana tetap sama: pasif, menunggu, dan bingung.
Sementara itu, narasumber yang diperbincangkan, yang diharapkan, yang diklaim Adang sebagai sosok penting tak kunjung terlihat batang hidungnya.
Narasumber Misterius yang Tidak Pernah Datang
Baca Juga:Pemuda Cirebon Timur Pasang Spanduk Tuntut Transparansi Aktivitas Gedung Ini di CiledugDiduga Ada Praktik Monopoli Limbah oleh Perusahaan di Pabrik Sepatu Cirebon Timur, Hamzaiya Angkat Bicara
Waktu menunggu semakin panjang. Beberapa dari wartawan mulai saling bertanya, mengernyit, dan menatap Adang penuh harap juga penuh tanda tanya.
“Dan narasumbernya mana, Dang?”
“Asep itu siapa sebenarnya?”
“Dia dari mana? Proyeknya apa? Kok belum datang?”
Adang hanya menjawab dengan singkat, penuh percaya diri:
“Sabar. Tunggu dulu.”
Sabar, kata Adang. Tunggu, kata Adang.
Sayangnya, sabar saja tidak membuat narasumber muncul. Dan menunggu saja tidak membuat Asep tiba-tiba materialisasi di depan pintu restoran.
Yang membuat situasi semakin janggal adalah: tidak ada satu pun wartawan yang membuka billing sejak datang.
Mereka duduk di sofa teras tanpa ada yang memesan minuman. Suasana menjadi semakin canggung.
